untaian
ahir
Cinta menenggelamkanku
dalam benak yang sungguh tak berarti, sedalam inginku yang menjuntai namun
semu. Sesak!! Aku hampir tak bernafas dalam isak tangisku, aku terkapar
terbengkalai bagai raga yang tak lagi terpakai. Aku sakit, menderita di tengah
malam yang sunyi berkelabu berselimut angin yang menderu. Ada senyum sinis yang mengintip disela
jendelaku dengan kemerlipnya, hasratku ingin runtuhkan mereka dari langit yang
kelam, tingkahku menjijikan , aku merasa pantas jika aku akan dimusnahkan dari
bumi, aku tercaci oleh cinta, cinta yang entah mana disebut cinta, sesalku
berujung sia-sia, tak ada berguna, malam dimanakah pintu agar kutemukan jalan
terang. Aku lelah tertatih tak berarti tak terlatih. Dimanakah hikmah yang
bermakna tak bernama.
Lihatlah
aku purnama, menderita tanpa ada waktu yang berusaha menenangkanku. Tiada
satupun cahaya yang membelaku, hingga tangankupun tak berniat menghidupkan
saklar lampu kamarku. Dinding-dinding kamar seakan menjauh ketika aku akan
bersandar, lantai menjadi dingin tak rela ku jejakkan badan rintihku. Kini aku
berada diatas bayang-bayang. Aku mulai mengusap air mataku yang berupa luapan
pilu yang berpangkal disanubariku. Tuhan apa yang telah terjadi… apa yang harus
aku perbuat…
Ku rangkakkan langkahku menuju ruang belakang
kamarku. Kuputar keran kubasahi jemariku kemudian, seluruh wajahku dengan
bacaan basmalah dan niat berwudhu dalam hati kulanjutkan dengan membasahi kedua
tanganku hingga langan, hingga ku ahiri dengan membasahi kedua kakiku. Selintas
tenang kalbuku, mataku terbuka lebar, meski terlihat memar akibat usahaku
membendung dorongan air mata yang hebat. Aku kembali ke kamarku dan kusadari
kubutuh sebuah penerang. Perlahan kusentuh saklar hingga kemudian cahayapun
memenuhi ruang. Ku gelar sajadah kemudian kupakai mukena. Ku pejamkan mata sembari
membaca niat sholat tahajud untuk mengadu sgala rintihan kepada yang maha Esa.
Rintih
dalam doaku “ ya Allah ampunilah hambamu yang
telah berlumur dosa, ya robb aku tlah mnjadi penghianat, aku tlah menyakiti
dua hati yang suci, aku menyesal, dan kini aku tak tau apa yang harus ku
lakukan. Ya Illahi kumohon petunjukMu…… amin”. Aku kembali bersujud dengan
tangisku. Bayang kata-kata itu terus ku renungi. Aku tak menyangka semua
berakhir dengan gundah yang sangat membebani. Tak kuasa aku sebagai manusia
yang jauh dari sempurna menjalani sebuah kisah cinta pahit ini. Aku sadar aku
salah, tapi mengapa kesalahanku hingga berlarut menjadi jeruji berduri dalam
langkahku, dan bodohny aku menikmati indahnya cinta atas sebuah penghiatanku
terhadap cinta yang telah ku jalani dua tahun ini.
Ku
baringkan badanku dan kututup mataku, sedikit ringan setelah ku mengadu memohon
maaf pada-Nya, mimpiku kandas dengan sebuah pesan berisi kata yang begitu pahit
untuk kutelan. ku ambil buku tempatku mengadu yang terselip dbalik bantalku. Ku
rangkai kata luapan hati yang telah tercabik dan hancur tak berbentuk, ku usap
air mataku serta merta harus ku hapus kenangan dan cinta yang tertanam di hati,
Meski kuakui dan ku mengetahui itu takkan mudah. Lelah ku paksa hati untuk
menghapus sgala tentangnya ahirnya mulai kuniatkan untuk menyimpan kenangan
yang terindah dalam hatiku.
***
Aku
telah siap dengan baju muslim lengkap dengan jilbabku, seperti biasa pukul
08.30 aku telah sampai di kampus Universitas Islam Riau untuk mengiikuti
perkuliahan. Entah mengapa pandanganku terus berganti arah, aku mencari sosok
pria yang ku rindukan. Kini Firasatku menghentak anganku, aku takkan
menemukannya. Dia tak mungkin berada lagi di kampus. Aku menundukkan kepala dan
berjalan menuju kelas. Batinku risau tak bergurau, fikiranku melayang terbang
membayang yang tlah usang. Entah sampai kapan aku tak tenang, fokusku bercabang. “Ya Allah damaikanlah
hatiku ini”.
Mata kuliah pagi itu dosen hanya memberi kami tugas
membuat karya-karya yang harus kami masukkan dalam blogger masing-masing, ku
keluarkan notebookku dan mulai kubuka website, isengku karna kepiluan hati, Ku
sempatkan membuka facebookku. Membuat status yang slalu ku isi dengan puisi dan
kata-kata puitis. Ku buka foto-foto masa lalu, dan fikiran menuntunku membuka
satu foto yang menamparku, sebuah foto kenangan. Aku terlarut pada memori masa
itu, masa dimana aku dipertemukan dengan feri. Saat itu dosenku mengutus aku
dan dus temanku untuk bermain drama disebuah acara. Malam itu pertemuan semua pemain drama untuk
membicarakan peran dan cerita yang akan ditampilkan.
Saat aku sedang bersenda gurau dengan kedua temanku,
seorang pria yang duduk persis di sampingku menyapaku dengan ramah, aku tidak
tau kalau pria dan rombongan yang baru datang adalah kakak tingkat semester
yang berasal jursan yang sama. Saat itulah aku berkenalan dengan feri, kamipun
mulai membicarakan tentang acara yang akan berlangsung lantas berlanjut ke
perkenalan hingga bertukar nomor handphone. Aku akui, dalam beberapa menit saja
aku sudah bisa begitu mengenalinya. Namun saat itu tidak ada kesan mendalam.
Beberapa hari berlatih aku dan feri
pergi bersama, sampai ahirnya malam pertunjukan. Acara yang cukup meriah dan
kamipun berusaha tampil semaksimal mungkin. Aku bahagia malam itu, pementasan
drama itu disaksikan juga oleh kekasihku namanya iyos. Aku sangat mencintainya,
meskipun sesungguhnya dia jauh dari kriteria pria idamanku, iyos yang angkuh
dan cuek hingga aku merasa tak mendapat perhatiannya, namun hubungan itu
berlangsung hingga dua tahun dengan tiada penghianatan dan kami saling setia. Acara
pementasanpun berahir, aku pulang bersama iyos, tidak lagi bersama feri.
Perkenalan kami tidak berujung pada berahirnya
pementasan, justru semenjak pertemuan itu kami sering sms-an dan
bertelepon-teleponan. Ternyata banyak hal kesamaan yang membuat kami merasa
nyaman. Kesamaan warna kesukaan, hobi, pemikiran yang sejalan dan banyak hal
lain lagi.
***
Feri sangat berbeda dengan lelaki yang aku kenal
sebelumnya, dia memang berbeda dengan iyos. Feri memenuhi kriteria yang slama
ini aku harapkan ada pada iyos, bahkan aku pernah membuat status di facebook ku
“ andai kamu adalah dia”. Aku menyukai lelaki yang slalu antusias memberi semangat
saat aku harus menjalani perkuliahan yang rumit, lelaki yang mampu memberi
nasihat saat aku melakukan kesalahan, mendengarkan keluh kesahku, menjadi
pundak saat aku ingin menyandarkan keletihan hidupku. Seiring berjalannya waktu
ada rasa yang mencoba mengisi disela-sela hatiku yang kian haus akan perhatian
cinta. sebenarnya Aku tak mengerti demikian aku begitu membutuhan cinta
sesunguhnya, cinta yang tidak dapat aku temukan pada iyos, Dan aku tak
menyangka feri juga memiliki perasaan yang sama. Tapi aku tak berani untuk
menjalin cinta yang lebih. Aku takut menyakitinya. Feri yang begitu romantis
yang slalu mengungkapkan dengan sajak dan bait yang mengugah jiwa ataupun
dengan lagu-lagu yang dimainkan lewat gitar. Saat itupun aku mulai merasa
berdosa, karna dalam diam, hati berbisik akan adanya penghianatan, aku menodai
kesetiaan hatiku pada iyos. Yang slama ini telah kujaga dengan sgala cinta.
“bintang, andai tak ada matahari yang lebih terang dari
pernama, aku pasti akan setia menjadi bulan itu yang memberimu cahaya, dan kita
bisa menjadi penghias langit yang paling sempurna. Namun kita percayakan pada
waktu, jika memang jodoh, kita akan menyatu”.
“feri, ku mohon padamu, jangan katakan itu. Aku tak bisa
memilih. Aku sungguh mencintaimu dan dia. Kehadiran mu pada hidup ku memang
membuatku semakin indah,dan membuat aku sadar cinta yang aku jalani bersama
iyos hanya sekedar cinta yang hadir karna suatu kebiasaan. Aku tak pernah
merasakan cinta tumbuh di hatiku yang
gersang, setelah aku mencintai iyos. Aku
mengakui batinku tidak sebahagia bagaimana aku perlihatkan senyum manis bahagia
saat aku bersamanya. Kehadiranmu memberi makna dan meneduhkan hatiku dari
kegersangan cinta” Aku tau dia sangat sakit, ketika aku memang tak bisa
memilih, sejujurnya hatiku juga begitu perih, ketika aku harus mengucapkan itu,
dan kusaksikan binar di matanya, matanya yang slalu membuatku rindu.
“sampai kapan aku harus menunggu bintang jatuh ke
tanganku?” kesahnya. “izinkanlah aku untuk memikirkan dan mempertimbangkannya,
seperti kata mu jika kita jodoh, kita pasti akan bersatu. Hanya pada Allah lah
tempat kita berserah. Aku dan kamu meski tak bersama, kita harus tetap
tersenyum bertanda bahwa kita bahagia”.
***
Ya Robbi salahkah aku jika aku kembali menjatuhkan cinta
pada sosoknya, setelah aku merasa haus akan cinta yang sesungguhnya?, landasan
jiwa ini kering retak dan kosong, aku butuh dari yang sekedar kekasihku
berikan. Aku jalani dengan tertatih cinta bersama iyos, dan kini ada dewa yang
mencoba memberi seteguk harapan, mengisi kekosongan yang terbentuk dari
keretakan itu, aku mohon petunjukMu. Tolong titipkan jawaban jodoh Mu kepada
waktu yang berjalan” kesah ku pada-Nya.
Semakin hari ku lalui, hatiku berteguh pada feri. Tetapi,
aku masih belum menemukan alasan agar aku terlepas dari iyos dengan perlahan
dan tetap terjalin hubungan yang baik. Selaras dengan itu. Memang membutuhkan
waktu yang tak bisa ku perkirakan, aku risau, gundah, bimbang, namun semua aku
jalani secara pelan dan indah. Namun
ternyata hati feri tak kuat menahan rasa yang sakit menungggu. Akupun tak mampu
memberi jawaban. Dari situ keegoisan bermunculan.
“aku sesak menahan rasa yang lama harus ku pendam
menunggu mu, engkau tak merasakan apa yang aku rasakan”. Ucap feri dengan
rintihnya. aku tak tau harus berbuat apa, sungguh aku tak kuasa harus
menjanjikan apa, “aku tau aku tidak berada diposisimu, tapi kamu juga harus
tau, kamu tidak juga berada diposisiku, jika kamu tak kuat menahannya, aku
tidak punya obat yang mampu membuat mu bernafas lega, tapi aku akan membius
cinta mu, dengan sebuah kata bahwa aku mencintai mu”. Jawabku sekilas sambil
mengusap lelehan air dari mataku.
Sudah tiga hari, hari ku tak
berlukis sapaan indah dari feri, lelaki yang selama enam bulan ini menghiasi
hari ku dengan warni-warninya. Sesosok lelaki yang penuh dengan keceriaan,
perhatian dan kejutan itu hilang. aku begitu merasa kalut, takut, takut dia
benar-benar pergi. Kenangannya begitu indah hingga aku tak tau, hal buruk apa
yang akan kuingat untuk melupakannya, jauh di dasar batin ini sangat sangat
gundah, dan sampai ahirya aku tak tahan menahannya, tiga hari feri tak membalas
sms maupun mengangkat telfonku, jiwa memberontak. Aku memohon padanya agar
membalas satu sms dengan satu alasan yang menyakitkan agar aku dapat
melupakannya. Dan aku berjanji takan mengganggu hidupnya jika memang itu
membuatnya bahagia.ku ketikkan sms terurai air mata, ku kirimkan dengan doa dan
harapan agar dia mau membalasnya, aku begitu berharap kerendahan hatinya.
“cukup…
kita udah selesai. Kamu yang meminta semuanya” begitulah bunyi sms yang
Seketika memecah belah batin, raga, jiwa serta merta. Aku sakit!!!
Sesakit-sakitnya. Kekecawaan yang mendalam menerobos darah ku, hingga aku tak
sanggup memikul beban yang terkumpul dalam batin ini. Ya Allah mengapa begini,
aku tak mampu berkata apapun, kejam, aku tak dapat menerima. Aku seakan ingin
menjerit berteriakkan meluapkan sgala kebencian. Aku memang merasa bersalah,
namun beginikah caranya, aku sungguh tak menyangka, semua di luar dugaan dan
harap ku. Dia pergi setelah cinta ini sepenuhnya miliknya, aku tak bisa lari
dari kenyataan, matipun aku takkan bisa membuat tangis ini terhenti. ya Roob
apakah benar ini. Tak terbendung lagi air mata menambah kepedihan. Ku tahan
tahan dan ku coba membalas sms feri.
“maafkan sgala salah dan khilafku, dan trimakasih untuk
semuanya, teruma sms ini yang telah menjawab Tanya beban hatiku” aku urai
sedikit sakit ku itu. Untaian ahir darinya membuat aku pilu dan tak mampu
menahan asa.***s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar