Selasa, 07 Mei 2013

cerpen lagi



Yesi,,, jangan menyerah…

Hati ku bergelut dengan kegundahan yang berselubung dalam batinku, tak mampu aku membelalakkan mataku, aku takut linangan air mata ini akan menerjang sulut bendungan yang ku pertahankan.
Batinku ini sedang terpuruk remuk tiada kendali, entah mengapa begitu renyah yang kurasa tetapi ada kepahitan dalam rasa yang terselip. Namun, aku tak bisa menolak dan ahirnya harus ku telan juga, dan ku tau itu takkan lagi berbentuk setelah berlalu lewat jarring sgala rasa alias lidah.
Ku sodorkan sehelai tisu melekat di pintu kelopak mataku, karna ku sadari takkan mampu aku melawan derasnya air mata akibat kepahitan yang masih menyangkut di rahangku, dan payahnya aku merenungi satu persatu mana yang akan ku cerna terlebih dahulu.
Kepahitan ini bukanlah karna sebuah pil obat ataupun berbentuk empedu, tetapi karna sebuah pelajaran yang ku dapat malam ini. Pelajaran yang datang lewat anugrah Tuhan yaitu derasnya serbuan air yang turun dari langit.
                                                ***
Niatku untuk membelanjakan uang saku ku pada sebuah tempat perbelanjaan yang sering disebut-sebut swalayan. Seperti biasa aku sebagai perantau yang hidup di sebuah kost-kostan, maka aku dituntut untuk hidup mandiri, termasuk mengatur sgala macam keperluanku dari perlengkapan mandi, perlengkapan masak higga kebutuhan make-up. Ku pilih-pilih keperluan apa yang telah habis dan akan ku butuhkan, satu persatu ku masukkan ke dalam keranjang belanja yang tersedia di swalayan tersebut. Tanpa disangka keranjang pun penuh dengan sgala macam merek yang tertumpuk. Waktunya aku menuju kasir dimana semua akan di hitung. Tiba-tiba siapa sangka dan tak terduga sungguh tak teringinkan hujan turun dengan derasnya. Begitu kesalnya hatiku saat itu karna harus menunggu hujan reda.
Beruntung ku rasa ada seorang pegawai yang meluluhkan kebengonganku di saat itu. Sebenarnya hatiku terus berdoa agar segeralah tuntas air itu turun, tetapi ketika mendengar cerita dari sang pegawai namanya Yesi, seorang wanita muda yang bekerja di swalayan. Ku katakan muda karna ia masih berumur 15 tahun. Siapa yang tak tersentak anak yang seharusnya kini berada di rumah belajar untuk menghadapi pembelajaran di sekolah keesokkannya, ternyata harus menguras keringat untuk menafkahi dirinya.
Yesi anak yang menurut pandangku dari cara ia berbicara adalah anak yang pandai dan pintar yang seharusnya akan lebih pintar jika ia berada di lingkup seharusnya di dunia pendidikan. Aku terhanyut dalam ceritanya.
                                                ***
Yesi tidak memiliki siapapun di Pekanbaru, yesi meninggalkan rumah karna keluarganya broken home, lebih spesifiknya, ibunya mengusir yesi saat yesi mengutarakan bahwa ia tidak setuju dan tidak menerima sosok lelaki yang akan menjadi ayah tirinya. Yesi benar-benar pergi dengan pesangon yang dikantonginya sejumlah seratus ribu yang diberikan ibunya. Dengan mobil travel ia menjelajah dan ahirnya ia memilih berhenti di titik kota yang sebenarnya ia tidak mengenalnya.
Entah suatu keberuntungan atau kerugian. yasi tertabrak sepeda motor, dan ia di larikan kerumah sakit oleh pemilik sepeda motor itu sebagai rasa tanggung jawab yang menuntutnya, ketika di Tanya keluarga yesipun menceritakan yang ia alami, ketika itupun pemilik sepeda motor  mengangkat ia sebagai keluarga dan ia menyebut kakak angkat. Yesi diperkerjakan sebagai pegawai londri milik kakak angkatnya itu, karna ketidak inginannya berhutang budi yesipun meminta izin untuk mencari pekerjaan sendiri dan memilih hidup mandiri di sebuah kost, dan di swalayan itulah yesi diterima bekerja.
Yesi mengaku gajinya itu hanya cukup untuk biaya hidupnya selama sebulan ketika kutanya adakah ia menyisakan uang gajinya untuk ditabung. Terkadang yesi hanya makan sekali dalam sehari dan tak jarrang ketika ia sedang berada di ahir bulan ia hanya bisa memakan sebungkus roti yang ia beli di tempat ia bekerja.
“yesi lihat anak kecil yang meminta-minta di lampu merah itu, dan dalam hati yesi berkata, anak kecil itu lebih kecil dan ia kuat, masa yesi gak”. Katanya menguatkan diri. Terobek hatiku mendengarnya ketka ku lihat diriku yang bias membeli makanan apapun yang aku suka.
Yesi tidak mau kembali ke rumahnya, meskipun sebenarnya ayah dan ibunya sering menelfon meminta yesi kembali. Tapi yesi telah merasa nyaman dengan kedewasaan yang dihasilkan dari kepedihannya itu, yesi berfikir untuk apa kembali jika keluarga pun tak utuh, dan yesi juga sebenarnya berangan seandanya kedua orang tuanya tidak berpisah, pasti yesi masih bias mengabadikan senyumnya yang paling indah, tapi semua tlah tidak memungkinkan.
“ dulu yesi kayak mereka, yang bisanya foya-foya habiskan uang orang tua. Tapi sekarang yesi dah tau susahnya cari uang”. Curahnya lagi dan membuat hatiku remuk tak beraturan ia memang menunjuk seorang lain tetapi aku adalah contoh yang sama keadaannya dari yang ia tunjuk. Aku merintih dalam jiwa yang sunyi.
Aku hanya berkata “ keadaan yesi pasti ada hikmahnya, buktinya yasi bisalebih dewasa disbanding jika yesi masih seperti dulu, mungkin tuhan merencanakan hal yang hebat untuk yesi melalui rintangan yang hebat juga, yesi jangan menyerah ya….” Ungkapku sambil menepuk bahunya. Yesi pun tersenyum.
Hujan tak terasa pun berhenti mendukungku untuk menunda sejenak air mata yangsebenarnya tak mampu ku redam. Aku pun berpamit pergi. Jalanan yang di penuhi air hujan ku lintasi, kumampirkan sepeda motor ku ke sebuah warung nasi tidak jauh dari swalayan itu. Ku pesan sebungkus nasi. Kemudian ku lintasi banjir yang dahsyat itu aku kembali pada yesi
Ku acungkan sebungkus itu “ maaf ya yesi, mungkin lain x kalau ada rezeki lagi, pasti aku akan kembali padamu, jangan pernah menyerah yesi…” kembali ku tepuk bahunya.
“ ya, trimakasih banyak ya,,,,” suara lembut itu mengahiri letihku dalam rintik hujan mala mini. Kurasa aku harus meralat keluhku tadi. Aku tak kesal dengan derasnya hujan yang kurang lebih turun selama satu jam.
                                                            ***
Hati remuk ini hasil renungan hidupku aku merasa lebih kecil dari seorang yesi yang berumur anak sekolah, sedangkan aku yang telah menjadi mahasiswa tidak pernah merasakan apa yang  yesi perjuangkan. “seandainya aku berada diposisi yesi, apa yang akan kuperbuat ya Allah” aku terus terhanyut dalam renungku sambil ku tata kembali hatiku untuk mengambil pelajaran dan hikmah lewat derasnya hujan yang memberi kesempatan mempertemukanku kepada wanita yang dapat menjadi inspirasi.

my cerpen



untaian ahir

Cinta menenggelamkanku dalam benak yang sungguh tak berarti, sedalam inginku yang menjuntai namun semu. Sesak!! Aku hampir tak bernafas dalam isak tangisku, aku terkapar terbengkalai bagai raga yang tak lagi terpakai. Aku sakit, menderita di tengah malam yang sunyi berkelabu berselimut angin yang menderu.  Ada senyum sinis yang mengintip disela jendelaku dengan kemerlipnya, hasratku ingin runtuhkan mereka dari langit yang kelam, tingkahku menjijikan , aku merasa pantas jika aku akan dimusnahkan dari bumi, aku tercaci oleh cinta, cinta yang entah mana disebut cinta, sesalku berujung sia-sia, tak ada berguna, malam dimanakah pintu agar kutemukan jalan terang. Aku lelah tertatih tak berarti tak terlatih. Dimanakah hikmah yang bermakna  tak bernama.
Lihatlah aku purnama, menderita tanpa ada waktu yang berusaha menenangkanku. Tiada satupun cahaya yang membelaku, hingga tangankupun tak berniat menghidupkan saklar lampu kamarku. Dinding-dinding kamar seakan menjauh ketika aku akan bersandar, lantai menjadi dingin tak rela ku jejakkan badan rintihku. Kini aku berada diatas bayang-bayang. Aku mulai mengusap air mataku yang berupa luapan pilu yang berpangkal disanubariku. Tuhan apa yang telah terjadi… apa yang harus aku perbuat…
 Ku rangkakkan langkahku menuju ruang belakang kamarku. Kuputar keran kubasahi jemariku kemudian, seluruh wajahku dengan bacaan basmalah dan niat berwudhu dalam hati kulanjutkan dengan membasahi kedua tanganku hingga langan, hingga ku ahiri dengan membasahi kedua kakiku. Selintas tenang kalbuku, mataku terbuka lebar, meski terlihat memar akibat usahaku membendung dorongan air mata yang hebat. Aku kembali ke kamarku dan kusadari kubutuh sebuah penerang. Perlahan kusentuh saklar hingga kemudian cahayapun memenuhi ruang. Ku gelar sajadah kemudian kupakai mukena. Ku pejamkan mata sembari membaca niat sholat tahajud untuk mengadu sgala rintihan kepada yang maha Esa.
Rintih dalam doaku “ ya Allah ampunilah hambamu yang  telah berlumur dosa, ya robb aku tlah mnjadi penghianat, aku tlah menyakiti dua hati yang suci, aku menyesal, dan kini aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Ya Illahi kumohon petunjukMu…… amin”. Aku kembali bersujud dengan tangisku. Bayang kata-kata itu terus ku renungi. Aku tak menyangka semua berakhir dengan gundah yang sangat membebani. Tak kuasa aku sebagai manusia yang jauh dari sempurna menjalani sebuah kisah cinta pahit ini. Aku sadar aku salah, tapi mengapa kesalahanku hingga berlarut menjadi jeruji berduri dalam langkahku, dan bodohny aku menikmati indahnya cinta atas sebuah penghiatanku terhadap cinta yang telah ku jalani dua tahun ini.
Ku baringkan badanku dan kututup mataku, sedikit ringan setelah ku mengadu memohon maaf pada-Nya, mimpiku kandas dengan sebuah pesan berisi kata yang begitu pahit untuk kutelan. ku ambil buku tempatku mengadu yang terselip dbalik bantalku. Ku rangkai kata luapan hati yang telah tercabik dan hancur tak berbentuk, ku usap air mataku serta merta harus ku hapus kenangan dan cinta yang tertanam di hati, Meski kuakui dan ku mengetahui itu takkan mudah. Lelah ku paksa hati untuk menghapus sgala tentangnya ahirnya mulai kuniatkan untuk menyimpan kenangan yang terindah dalam hatiku.
                                                            ***
Aku telah siap dengan baju muslim lengkap dengan jilbabku, seperti biasa pukul 08.30 aku telah sampai di kampus Universitas Islam Riau untuk mengiikuti perkuliahan. Entah mengapa pandanganku terus berganti arah, aku mencari sosok pria yang ku rindukan. Kini Firasatku menghentak anganku, aku takkan menemukannya. Dia tak mungkin berada lagi di kampus. Aku menundukkan kepala dan berjalan menuju kelas. Batinku risau tak bergurau, fikiranku melayang terbang membayang yang tlah usang. Entah sampai kapan aku tak tenang,  fokusku bercabang. “Ya Allah damaikanlah hatiku ini”.
            Mata kuliah pagi itu dosen hanya memberi kami tugas membuat karya-karya yang harus kami masukkan dalam blogger masing-masing, ku keluarkan notebookku dan mulai kubuka website, isengku karna kepiluan hati, Ku sempatkan membuka facebookku. Membuat status yang slalu ku isi dengan puisi dan kata-kata puitis. Ku buka foto-foto masa lalu, dan fikiran menuntunku membuka satu foto yang menamparku, sebuah foto kenangan. Aku terlarut pada memori masa itu, masa dimana aku dipertemukan dengan feri. Saat itu dosenku mengutus aku dan dus temanku untuk bermain drama disebuah acara.  Malam itu pertemuan semua pemain drama untuk membicarakan peran dan cerita yang akan ditampilkan.
            Saat aku sedang bersenda gurau dengan kedua temanku, seorang pria yang duduk persis di sampingku menyapaku dengan ramah, aku tidak tau kalau pria dan rombongan yang baru datang adalah kakak tingkat semester yang berasal jursan yang sama. Saat itulah aku berkenalan dengan feri, kamipun mulai membicarakan tentang acara yang akan berlangsung lantas berlanjut ke perkenalan hingga bertukar nomor handphone. Aku akui, dalam beberapa menit saja aku sudah bisa begitu mengenalinya. Namun saat itu tidak ada kesan mendalam.
            Beberapa hari berlatih aku dan feri pergi bersama, sampai ahirnya malam pertunjukan. Acara yang cukup meriah dan kamipun berusaha tampil semaksimal mungkin. Aku bahagia malam itu, pementasan drama itu disaksikan juga oleh kekasihku namanya iyos. Aku sangat mencintainya, meskipun sesungguhnya dia jauh dari kriteria pria idamanku, iyos yang angkuh dan cuek hingga aku merasa tak mendapat perhatiannya, namun hubungan itu berlangsung hingga dua tahun dengan tiada penghianatan dan kami saling setia. Acara pementasanpun berahir, aku pulang bersama iyos, tidak lagi bersama feri.
            Perkenalan kami tidak berujung pada berahirnya pementasan, justru semenjak pertemuan itu kami sering sms-an dan bertelepon-teleponan. Ternyata banyak hal kesamaan yang membuat kami merasa nyaman. Kesamaan warna kesukaan, hobi, pemikiran yang sejalan dan banyak hal lain lagi.
                                                                        ***
            Feri sangat berbeda dengan lelaki yang aku kenal sebelumnya, dia memang berbeda dengan iyos. Feri memenuhi kriteria yang slama ini aku harapkan ada pada iyos, bahkan aku pernah membuat status di facebook ku “ andai kamu adalah dia”. Aku menyukai lelaki yang slalu antusias memberi semangat saat aku harus menjalani perkuliahan yang rumit, lelaki yang mampu memberi nasihat saat aku melakukan kesalahan, mendengarkan keluh kesahku, menjadi pundak saat aku ingin menyandarkan keletihan hidupku. Seiring berjalannya waktu ada rasa yang mencoba mengisi disela-sela hatiku yang kian haus akan perhatian cinta. sebenarnya Aku tak mengerti demikian aku begitu membutuhan cinta sesunguhnya, cinta yang tidak dapat aku temukan pada iyos, Dan aku tak menyangka feri juga memiliki perasaan yang sama. Tapi aku tak berani untuk menjalin cinta yang lebih. Aku takut menyakitinya. Feri yang begitu romantis yang slalu mengungkapkan dengan sajak dan bait yang mengugah jiwa ataupun dengan lagu-lagu yang dimainkan lewat gitar. Saat itupun aku mulai merasa berdosa, karna dalam diam, hati berbisik akan adanya penghianatan, aku menodai kesetiaan hatiku pada iyos. Yang slama ini telah kujaga dengan sgala cinta.
            “bintang, andai tak ada matahari yang lebih terang dari pernama, aku pasti akan setia menjadi bulan itu yang memberimu cahaya, dan kita bisa menjadi penghias langit yang paling sempurna. Namun kita percayakan pada waktu, jika memang jodoh, kita akan menyatu”.
            “feri, ku mohon padamu, jangan katakan itu. Aku tak bisa memilih. Aku sungguh mencintaimu dan dia. Kehadiran mu pada hidup ku memang membuatku semakin indah,dan membuat aku sadar cinta yang aku jalani bersama iyos hanya sekedar cinta yang hadir karna suatu kebiasaan. Aku tak pernah merasakan cinta  tumbuh di hatiku yang gersang, setelah aku mencintai iyos.  Aku mengakui batinku tidak sebahagia bagaimana aku perlihatkan senyum manis bahagia saat aku bersamanya. Kehadiranmu memberi makna dan meneduhkan hatiku dari kegersangan cinta” Aku tau dia sangat sakit, ketika aku memang tak bisa memilih, sejujurnya hatiku juga begitu perih, ketika aku harus mengucapkan itu, dan kusaksikan binar di matanya, matanya yang slalu membuatku rindu.
            “sampai kapan aku harus menunggu bintang jatuh ke tanganku?” kesahnya. “izinkanlah aku untuk memikirkan dan mempertimbangkannya, seperti kata mu jika kita jodoh, kita pasti akan bersatu. Hanya pada Allah lah tempat kita berserah. Aku dan kamu meski tak bersama, kita harus tetap tersenyum bertanda bahwa kita bahagia”.
                                                                        ***
            Ya Robbi salahkah aku jika aku kembali menjatuhkan cinta pada sosoknya, setelah aku merasa haus akan cinta yang sesungguhnya?, landasan jiwa ini kering retak dan kosong, aku butuh dari yang sekedar kekasihku berikan. Aku jalani dengan tertatih cinta bersama iyos, dan kini ada dewa yang mencoba memberi seteguk harapan, mengisi kekosongan yang terbentuk dari keretakan itu, aku mohon petunjukMu. Tolong titipkan jawaban jodoh Mu kepada waktu yang berjalan” kesah ku pada-Nya.
            Semakin hari ku lalui, hatiku berteguh pada feri. Tetapi, aku masih belum menemukan alasan agar aku terlepas dari iyos dengan perlahan dan tetap terjalin hubungan yang baik. Selaras dengan itu. Memang membutuhkan waktu yang tak bisa ku perkirakan, aku risau, gundah, bimbang, namun semua aku jalani secara pelan dan indah.  Namun ternyata hati feri tak kuat menahan rasa yang sakit menungggu. Akupun tak mampu memberi jawaban. Dari situ keegoisan bermunculan.
            “aku sesak menahan rasa yang lama harus ku pendam menunggu mu, engkau tak merasakan apa yang aku rasakan”. Ucap feri dengan rintihnya. aku tak tau harus berbuat apa, sungguh aku tak kuasa harus menjanjikan apa, “aku tau aku tidak berada diposisimu, tapi kamu juga harus tau, kamu tidak juga berada diposisiku, jika kamu tak kuat menahannya, aku tidak punya obat yang mampu membuat mu bernafas lega, tapi aku akan membius cinta mu, dengan sebuah kata bahwa aku mencintai mu”. Jawabku sekilas sambil mengusap lelehan air dari mataku.
            Sudah tiga hari, hari ku tak berlukis sapaan indah dari feri, lelaki yang selama enam bulan ini menghiasi hari ku dengan warni-warninya. Sesosok lelaki yang penuh dengan keceriaan, perhatian dan kejutan itu hilang. aku begitu merasa kalut, takut, takut dia benar-benar pergi. Kenangannya begitu indah hingga aku tak tau, hal buruk apa yang akan kuingat untuk melupakannya, jauh di dasar batin ini sangat sangat gundah, dan sampai ahirya aku tak tahan menahannya, tiga hari feri tak membalas sms maupun mengangkat telfonku, jiwa memberontak. Aku memohon padanya agar membalas satu sms dengan satu alasan yang menyakitkan agar aku dapat melupakannya. Dan aku berjanji takan mengganggu hidupnya jika memang itu membuatnya bahagia.ku ketikkan sms terurai air mata, ku kirimkan dengan doa dan harapan agar dia mau membalasnya, aku begitu berharap kerendahan hatinya.
“cukup… kita udah selesai. Kamu yang meminta semuanya” begitulah bunyi sms yang Seketika memecah belah batin, raga, jiwa serta merta. Aku sakit!!! Sesakit-sakitnya. Kekecawaan yang mendalam menerobos darah ku, hingga aku tak sanggup memikul beban yang terkumpul dalam batin ini. Ya Allah mengapa begini, aku tak mampu berkata apapun, kejam, aku tak dapat menerima. Aku seakan ingin menjerit berteriakkan meluapkan sgala kebencian. Aku memang merasa bersalah, namun beginikah caranya, aku sungguh tak menyangka, semua di luar dugaan dan harap ku. Dia pergi setelah cinta ini sepenuhnya miliknya, aku tak bisa lari dari kenyataan, matipun aku takkan bisa membuat tangis ini terhenti. ya Roob apakah benar ini. Tak terbendung lagi air mata menambah kepedihan. Ku tahan tahan dan ku coba membalas sms feri.
            “maafkan sgala salah dan khilafku, dan trimakasih untuk semuanya, teruma sms ini yang telah menjawab Tanya beban hatiku” aku urai sedikit sakit ku itu. Untaian ahir darinya membuat aku pilu dan tak mampu menahan asa.***s