Yesi,,,
jangan menyerah…
Hati
ku bergelut dengan kegundahan yang berselubung dalam batinku, tak mampu aku
membelalakkan mataku, aku takut linangan air mata ini akan menerjang sulut
bendungan yang ku pertahankan.
Batinku
ini sedang terpuruk remuk tiada kendali, entah mengapa begitu renyah yang
kurasa tetapi ada kepahitan dalam rasa yang terselip. Namun, aku tak bisa
menolak dan ahirnya harus ku telan juga, dan ku tau itu takkan lagi berbentuk
setelah berlalu lewat jarring sgala rasa alias lidah.
Ku
sodorkan sehelai tisu melekat di pintu kelopak mataku, karna ku sadari takkan
mampu aku melawan derasnya air mata akibat kepahitan yang masih menyangkut di
rahangku, dan payahnya aku merenungi satu persatu mana yang akan ku cerna
terlebih dahulu.
Kepahitan
ini bukanlah karna sebuah pil obat ataupun berbentuk empedu, tetapi karna
sebuah pelajaran yang ku dapat malam ini. Pelajaran yang datang lewat anugrah
Tuhan yaitu derasnya serbuan air yang turun dari langit.
***
Niatku
untuk membelanjakan uang saku ku pada sebuah tempat perbelanjaan yang sering
disebut-sebut swalayan. Seperti biasa aku sebagai perantau yang hidup di sebuah
kost-kostan, maka aku dituntut untuk hidup mandiri, termasuk mengatur sgala
macam keperluanku dari perlengkapan mandi, perlengkapan masak higga kebutuhan
make-up. Ku pilih-pilih keperluan apa yang telah habis dan akan ku butuhkan,
satu persatu ku masukkan ke dalam keranjang belanja yang tersedia di swalayan
tersebut. Tanpa disangka keranjang pun penuh dengan sgala macam merek yang
tertumpuk. Waktunya aku menuju kasir dimana semua akan di hitung. Tiba-tiba
siapa sangka dan tak terduga sungguh tak teringinkan hujan turun dengan
derasnya. Begitu kesalnya hatiku saat itu karna harus menunggu hujan reda.
Beruntung
ku rasa ada seorang pegawai yang meluluhkan kebengonganku di saat itu.
Sebenarnya hatiku terus berdoa agar segeralah tuntas air itu turun, tetapi
ketika mendengar cerita dari sang pegawai namanya Yesi, seorang wanita muda
yang bekerja di swalayan. Ku katakan muda karna ia masih berumur 15 tahun.
Siapa yang tak tersentak anak yang seharusnya kini berada di rumah belajar
untuk menghadapi pembelajaran di sekolah keesokkannya, ternyata harus menguras
keringat untuk menafkahi dirinya.
Yesi
anak yang menurut pandangku dari cara ia berbicara adalah anak yang pandai dan
pintar yang seharusnya akan lebih pintar jika ia berada di lingkup seharusnya
di dunia pendidikan. Aku terhanyut dalam ceritanya.
***
Yesi
tidak memiliki siapapun di Pekanbaru, yesi meninggalkan rumah karna keluarganya
broken home, lebih spesifiknya, ibunya mengusir yesi saat yesi mengutarakan
bahwa ia tidak setuju dan tidak menerima sosok lelaki yang akan menjadi ayah
tirinya. Yesi benar-benar pergi dengan pesangon yang dikantonginya sejumlah
seratus ribu yang diberikan ibunya. Dengan mobil travel ia menjelajah dan
ahirnya ia memilih berhenti di titik kota yang sebenarnya ia tidak mengenalnya.
Entah
suatu keberuntungan atau kerugian. yasi tertabrak sepeda motor, dan ia di
larikan kerumah sakit oleh pemilik sepeda motor itu sebagai rasa tanggung jawab
yang menuntutnya, ketika di Tanya keluarga yesipun menceritakan yang ia alami,
ketika itupun pemilik sepeda motor mengangkat ia sebagai keluarga dan ia menyebut
kakak angkat. Yesi diperkerjakan sebagai pegawai londri milik kakak angkatnya
itu, karna ketidak inginannya berhutang budi yesipun meminta izin untuk mencari
pekerjaan sendiri dan memilih hidup mandiri di sebuah kost, dan di swalayan
itulah yesi diterima bekerja.
Yesi
mengaku gajinya itu hanya cukup untuk biaya hidupnya selama sebulan ketika
kutanya adakah ia menyisakan uang gajinya untuk ditabung. Terkadang yesi hanya
makan sekali dalam sehari dan tak jarrang ketika ia sedang berada di ahir bulan
ia hanya bisa memakan sebungkus roti yang ia beli di tempat ia bekerja.
“yesi
lihat anak kecil yang meminta-minta di lampu merah itu, dan dalam hati yesi
berkata, anak kecil itu lebih kecil dan ia kuat, masa yesi gak”. Katanya
menguatkan diri. Terobek hatiku mendengarnya ketka ku lihat diriku yang bias
membeli makanan apapun yang aku suka.
Yesi
tidak mau kembali ke rumahnya, meskipun sebenarnya ayah dan ibunya sering
menelfon meminta yesi kembali. Tapi yesi telah merasa nyaman dengan kedewasaan
yang dihasilkan dari kepedihannya itu, yesi berfikir untuk apa kembali jika
keluarga pun tak utuh, dan yesi juga sebenarnya berangan seandanya kedua orang
tuanya tidak berpisah, pasti yesi masih bias mengabadikan senyumnya yang paling
indah, tapi semua tlah tidak memungkinkan.
“
dulu yesi kayak mereka, yang bisanya foya-foya habiskan uang orang tua. Tapi
sekarang yesi dah tau susahnya cari uang”. Curahnya lagi dan membuat hatiku
remuk tak beraturan ia memang menunjuk seorang lain tetapi aku adalah contoh
yang sama keadaannya dari yang ia tunjuk. Aku merintih dalam jiwa yang sunyi.
Aku
hanya berkata “ keadaan yesi pasti ada hikmahnya, buktinya yasi bisalebih
dewasa disbanding jika yesi masih seperti dulu, mungkin tuhan merencanakan hal
yang hebat untuk yesi melalui rintangan yang hebat juga, yesi jangan menyerah
ya….” Ungkapku sambil menepuk bahunya. Yesi pun tersenyum.
Hujan
tak terasa pun berhenti mendukungku untuk menunda sejenak air mata
yangsebenarnya tak mampu ku redam. Aku pun berpamit pergi. Jalanan yang di
penuhi air hujan ku lintasi, kumampirkan sepeda motor ku ke sebuah warung nasi
tidak jauh dari swalayan itu. Ku pesan sebungkus nasi. Kemudian ku lintasi
banjir yang dahsyat itu aku kembali pada yesi
Ku
acungkan sebungkus itu “ maaf ya yesi, mungkin lain x kalau ada rezeki lagi,
pasti aku akan kembali padamu, jangan pernah menyerah yesi…” kembali ku tepuk
bahunya.
“
ya, trimakasih banyak ya,,,,” suara lembut itu mengahiri letihku dalam rintik
hujan mala mini. Kurasa aku harus meralat keluhku tadi. Aku tak kesal dengan
derasnya hujan yang kurang lebih turun selama satu jam.
***
Hati
remuk ini hasil renungan hidupku aku merasa lebih kecil dari seorang yesi yang
berumur anak sekolah, sedangkan aku yang telah menjadi mahasiswa tidak pernah
merasakan apa yang yesi perjuangkan.
“seandainya aku berada diposisi yesi, apa yang akan kuperbuat ya Allah” aku
terus terhanyut dalam renungku sambil ku tata kembali hatiku untuk mengambil
pelajaran dan hikmah lewat derasnya hujan yang memberi kesempatan
mempertemukanku kepada wanita yang dapat menjadi inspirasi.